Oleh: Hasan Basri TanjungSetiap anak yang
dilahirkan adalah fitrah (suci). Kedua orang tua yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR Bukhari Muslim).
Hadis ini
mengajarkan betapa peran orang tua sangat penting dalam membentuk
karakter anak. Orang tua adalah guru utama dan keluarga sebagai sekolah
pertama untuk melahirkan generasi terbaik. (QS [98]: 7).
Alquran
mengingatkan umat Islam agar tidak meninggalkan generasi yang lemah
(dzurriyyatan dhi’afan) (QS [4]: 9), tapi generasi yang kuat, cerdas,
penyejuk mata dan hati serta pemimpin orang bertakwa. (QS [25]: 74).
Karenanya,
pendidikan Islam harus berorientasi Qur’ani yakni pembentukan karakter
Islami. Bukan berorientasi nilai (angka) akademik dan kelulusan, apalagi
mengabaikan akhlak (moralitas).
Khalid Bin Hamid al-Hazimy,
penulis buku, “Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah”, menjelaskan
tiga
orientasi pendidikan Qur’ani.
Pertama, orientasi penanaman. Ibarat
pohon, ia bermula dari bibit pilihan, ditanam dengan kesungguhan dan
keikhlasan, hingga tumbuh dan berkembang menjadi pohon yang kokoh,
rindang dan berbuah.
Begitu pula dengan manusia. Dari jutaan
sperma, hanya satu yang berhasil membuahi sel telur dengan benih
terbaik. (QS [76]: 1-2). Dalam kandungan, ia ditiupkan ruh Ilahi dengan
potensi tauhid (QS [7]: 172). Ketika lahir, ia diazankan dan diiqamatkan
agar mendengar kalimah tauhid dan thayyibah.
Pendidik Sejati,
Luqman al-Hakim, telah memberikan teladan dalam mendidik anak yang benar
yakni penanaman akidah lebih dahulu. Jika akidah tauhidnya kuat, maka
kepribadiannya pun akan baik. (QS [31]: 12-19).
Kalimah thayyibah
itu, laksana pohon yang akarnya menghunjam ke bumi dan dahannya
menjulang ke langit, dengan buah yang banyak. (QS [14]: 24-25). Pepatah
Arab mengatakan, “man yazra’ yahsud” (siapa menanam dia akan memanen).
Kedua,
orientasi pemeliharaan. Ia mesti dijaga (evaluasi) dengan baik agar
tumbuh menjadi pohon yang kokoh, sekaligus memperkuatnya dengan pupuk
yang berisi akhlak mulia, agar tidak terjerumus pada hal-hal negatif.
Nabi Ya’qub AS bertanya kepada anak-anaknya, “Apa yang akan kalian sembah sepeninggalku?”
Mereka
menjawab, “Kami akan menyembah tuhanmu, tuhan nenek moyangmu Ibrahim,
Ismail dan Ishaq, yakni Tuhan yang Mahaesa.” (QS [2]: 133). Kalau kita,
sering menanyakan, “Apa yang akan kalian makan setelah aku mati?”
Ketiga,
orientasi penyembuhan. Pohon yang tumbuh akan terus menghadapi bala dan
hama. Ia harus diberi obat penawar untuk melawan hama. Jika tidak, ia
bisa mati atau hidup segan mati tak mau.
Begitu pula perkembangan
anak-anak di tengah tatanan sosial yang bobrok ini. Upaya-upaya
sistematis dan massif untuk merusak akidah, pemikiran dan akhlak
anak-anak sangat deras dan bertubi-tubi, termasuk pada siaran televisi
TV yang memberitakan kekerasan, pornografi, serta pornoaksi.
Mereka
harus dirangkul dan dibimbing menuju jalan yang benar. Jangan
tinggalkan dalam kesesatan. Kita bimbing mereka dengan membaca dan
merenungi Alquran, karena ia adalah obat dan penyejuk hati (QS [17]:
82), bertaubat dan istighfar (QS [66]: 8), mengerjakan kebaikan dan
muhasabah. (HR Tirmidzi).
Wallahu a’lam.
sumber
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/11/27/me5dxq-pendidikan-qurani