Wednesday, December 11, 2013

Sebelum memutuskan untuk bercerai...

ditulis oleh Roni Nuryusmansyah

Meski perceraian itu tak selamanya dilarang atau dianggap buruk, tapi efek buruknya selalu ada. Bukan hanya satu efek, tapi bahkan berbagai efek yang bisa jadi terakumulasi sehingga menjadi derita yang tak tertanggungkan. 


Maka, tak ada kata yang lebih indah dari anjuran untuk berupaya mencegah terjadinya perceraian. Bila piring dan gelaspun selalu dijaga agar tidak pecah, maka rumah tangga tentu harus juga dijaga agar tidak menyerpih bercerai-berai.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan kebajikan dan ketakwaan apa saja yang kaum kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.” (QS. An-Nisa’: 128)

Seberapa banyakkah kebaikan yang telah kita lakukan selama kita hidup berumah tangga?
Kesan terbaik apa yang bisa kita banggakan saat kita harus meninggalkan panggung kehidupan indah bersama istri kita yang tercinta?

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa’: 129)

Adakah jaminan bahwa kita telah berlaku baik terhadap pasangan kita dalam kehidupan berumah tangga? Bila perceraian itu terjadi, sebagai seorang suami, sudahkah kita berani bertanggung jawab telah menjadi suami yang baik?

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Janganlah kalian lupakan keutamaan di antara kamu, sesungguhnya Allah Maha Melihat atas apa yang kalian kerjakan…” (QS. Al-Baqarah: 237)

Bila tenun perkawinan telah terurai benang-benangnya, masihkah ada pengakuan dalam diri kita terhadap kebaikan dan kelebihan mantan pasangan kita? Atau kita akan menjadi mantan suami yang hatinya terbalut seribu satu dendam?

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa’: 128)

Sudahkah kita melakukan segala cara untuk mencapai perdamaian dengan pasangan kita?

Ataukah perceraian itu mengalir sedemikian cepatnya sampai kita tidak mengetahui bahwa hidup bersama masih jauh lebih indah daripada perpisahan selamanya?

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Kalau kalian harus menceraikan istri-istri kalian, lalu datang masa iddah, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf pula.” (QS. Al-Baqarah: 231)

Kalaupun perceraian harus terjadi, seyogyanya tindakan monumental itu dilakukan secara baik, menurut adab, etika, dan petunjuk Islam. Bila masih ada kesempatan untuk kembali, dan hal itu terlihat lebih baik, maka kembalilah dengan cara yang baik pula.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Yang terbaik di antaramu adalah yang terbaik perlakuannya terhadap istrinya, dan aku adalah yang terbaik perlakuannya terhadap istri.” (HR. Tirmidzi)

Saat jalan menuju perceraian kita kuakkan, maka predikat sebagai yang terbaik tetap harus kita raih. Sebagai suami misalnya, hanya dianggap yang terbaik bia ia mempergauli istrinya dengan cara terbaik. Kalaupun terpaksa menceraikannya, tetap harus dengan cara yang terbaik. Coba pikirkan juga nasib yang akan dijalani oleh sang istri bila perceraian itu terjadi, seperti halnya kita memikirkan nasib yang akan kita alami kelak.

Dalam hadis Umar, diceritakan, “Kami dari kalangan Quraisy, biasa mengalahkan wanita-wanita kami. Ketika kami datang ke kota Al-Madinah berjumpa dengan kaum Al-Anshar, tiba-tiba kami dapati mereka adalah kaum yang dikuasai oleh kaum wanita. Hampir-hampir saja wanita-wanita kami meniru kebiasaan wanita-wanita Al-Anshar. Aku pernah membentak istriku, namun ia melawan. Aku menyalahkan perbuatannya yang melawan diriku.
‘Kenapa engkau menyalahkan diriku yang melawan kepadamu? Demi Allah, sesungguhnya istri-istri Nabipun melawan beliau. Sampai ada salah satu istri beliau yang meninggalkan beliau sehari semalam,’ jawab istriku.
Pernyataan istriku itu sungguh membuat diriku terkejut. ‘Sungguh celaka wanita yang melakukan perbuatan seperti itu,’ ujarku.” (HR. Bukhari)

Cobalah perhatikan. Ternyata kejadian itupun pernah terjadi dalam rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan rumah tangga para Sahabat beliau. Maka cobalah untuk bersabar untuk mempertahankan mahligai rumah tangga. Meskipun sebagai suami, kita mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya. Bisa jadi sebagian dari hak kita hilang, tapi apakah sepadan bila dengan gantinya kita harus membayarnya dengan perceraian? Dan apakah dengan perceraian itu hak kitapun bisa kita peroleh?

Selain itu, kaum wanita juga patut merenungi kembali bayangan hitam perceraian dengan melongok lembaran sejarah kehidupan Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Suatu hari Abu Bakar meminta izin menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tiba-tiba ia mendengar Aisyah bersuara dengan keras. Ketika ia sudah masuk, ia segera menemui Aisyah untuk menamparnya, “Sungguh aku menyaksikan sendiri engkau berteriak keras melebihi suara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Namun Nabi justru mencegahnya. Abu Bakarpun keluar dalam keadaan penuh amarah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam langsung bertanya kepada Aisyah, “Bagaimana sikapmu sekarang setelah engaku melihatku menyelamatkan dirimu dari kemarahan laki-laki (ayahmu) tadi?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan teguran yang sungguh menyentuh hati Aisyah. Beliau tidak membalas pekikan Aisyah dengan bentakan yang lebih keras, atau teguran dengan suara menyentak-nyentak. Beliau hanya diam, bahkan saat Abu Bakar, yang notabene adalah ayah dari Aisyah sendiri, sudah begitu murkan terhadap putrinya sendiri. Wajar, karena yang dihadapi Aisyah adalah Rasulullah. Tapi, lihatlah, bagaimana sikap beliau?
Hanya kepribadian beliau nan agung sebagai seorang nabi dan keberadaan beliau sebagai suri teladan utama dalam Islam yang menghalangi beliau untuk membiarkan Abu Bakar melabrak putrinya sendiri. Karena pandangan Abu Bakar tidaklah salah. Tak seorangpun berhak berteriak melebihi suara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, termasuk istri beliau sendiri. Namun ini juga merupakan pembelajaran bagi para suami agar bersikap sabar. Toh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetap bersabar, meskipun beliau lebih berhak untuk marah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalau aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada sesamanya, niscaya sudah aku perintahkan seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi)

Sejauh manakah sebagai istri kita telah berbakti terhadap suami kita?
Akankah panggung rumah tangga ini akan kita tutup tirainya dengan peran akhir kita sebagai istri durhaka?

Tidak malukah kita menghadap Allah dengan wajah tercoreng moreng?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap kali seorang wanita menyakiti suaminya di dunia ini, pasti istri suaminya itu dari kalangan bidadari Surga akan berkata, ‘Janganlah engkau menyakitinya, semoga Allah membunuhmu. Ia hanya titipan buat dirimu, sebentar lagi ia akan meninggalkanmu dan menemui kami.” (HR. Tirmidzi)

Sebagai istri, sejauh mana pula kita telah berupaya membahagiakan suami kita selama ini?

Akankah kita membiarkan terjadinya perceraian dengan status sebagai pecundang?

Saat sekian bidadari menyambut kehadiran suami kita, bukankah kita hanya memiliki sekilas kenangan yang suatu saat tidak akan berarti lagi?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah tidak akan melihat wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, padahal ia betul-betul membutuhkannya.” (lihat Al-Mustadrak)

Kepada istri, suami, dan siapapun yang terlibat dalam kasus perceraian pasangan suami istri yang sebelumnya hidup dengan tentram, cobalah sejenak berpikir lebih mendalam:

Sederetan bocah-bocah tak bersalah akan menjadi anak-anak terlantar.
Sekumpulan para wanita suci akan termenung membayangkan kenangan manisnya.
Sekian pria menduda terpaksa mengurus diri sendiri, terlepas dari sentuhan lembut istri dan anak-anak tercinta.

Cobalah pikirkan, saat sepasang makhluk hidup yang hidup penuh cinta kasih, akan berubah menjadi para musuh yang memperlihatkan dirinya sebagai orang yang terbebas dari salah?

Di sisi lain, banyak orang tua yang akan menonton kesedihan anak-anaknya, saat mereka meratapi perpisahan dengan buah hati mereka!! Sebelum itu terjadi, berupayalah sebaik mungkin agar kepedihan itu tidak pernah terjadi.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan bertolong-tolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan. Sesungguhnys Allah Maha Hebat siksa-Nya.” (QS.Al-Maidah: 2)

Suami maupun istri, masih memegang kendali keputusan, selama mereka masih mau bertolong-tolongan dalam ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang beriman.” (QS. Al-Anfal: 1)

Akad pernikahan adalah ikatan persaudaraan, sementara perceraian adalah pemutus cinta kasih dan kebersamaan.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan wanita, sebagian mereka adalah penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mukmin yang satu dengan mukmin yang lain ibarat satu bangunan yang saling menguatkan. Kemudian beliau menganyam jari-jari tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

sumber  silakan klik di sini

:: Bahagia itu Sederhana, kawan ^_^

ditulis oleh Roni Nuryusmansyah


Ada begitu banyak hal kecil yang bisa membuat seorang manusia bahagia. Kecil? Ya, kecil di mata kebanyakan manusia namun begitu berharga bagi segelintir manusia..

Seorang anak kecil bisa bahagia ketika mengejar anak-anak ayam, tak takut dengan induk ayam yang suatu saat bisa marah dan balik menyerang..
Ia bisa bahagia ketika melangkahkan kaki, mendengar suara ciit ciit ciit terdengar dari sandal baru yang dibelikan oleh ibunya siang tadi..
Ia bisa bahagia ketika menyeringai, melihat bagaimana ibunya meneteskan betadine ke kakinya yang terluka karena jatuh belajar sepeda..
Ia bisa bahagia ketika mendengar suara “Assalamu ‘alaikum” dari bibir ayahnya ketika pulang dari bekerja, terlebih lagi jika membawa sebungkus plastik hitam, berharap isinya adalah sesuatu yang bisa dimakan..
Ia bisa bahagia mendengar ibunya bercerita kisah-kisah Nabi dan para ulama menjelang tidur tiap malamnya..

Seorang ayah bisa bahagia ketika bermandikan peluh, melangkahkan kaki menuju rumah tercinta..
Ia bisa bahagia ketika menggenggam tangan anaknya, menyeberang jalan di pagi hari, mengantarnya pergi sekolah..
Ia bisa bahagia ketika anaknya memasang wajah polos, sok bingung seperti orang dewasa, seraya bertanya, “Ayah, mengapa Allah menciptakan malam yang begitu dingin?”
Ia bisa bahagia ketika mengajari anaknya bagaimana cara memakai baju sendiri..
Ia bisa bahagia ketika menyelimuti anaknya yang tengah terlelap tidur, mematikan lampu kamar, karena walau dalam gelap, anaknya masih bisa melihat mimpi-mimpinya..
Ia bisa bahagia ketika mendengar suara gemerincing uang koin yang ia tabung tiap hari untuk masa depan anaknya..


Seorang ibu pun bisa bahagia ketika melihat anaknya memasukkan suapan pertama setiap sarapan di pagi hari, lalu berkata, “Masakan ibu memang paling enak sedunia”..
Ia bisa bahagia ketika mengusap keringat di dahinya saat melihat lantai rumah bersih, piring bersih, pakaian bersih, semua serba bersih..
Ia bisa bahagia ketika mengernyitkan dahi, memutar otak, mencoba menjawab beribu pertanyaan yang dilontarkan oleh sang buah hati agar bisa memberikan jawaban terbaik..
Ia bisa bahagia ketika menyiapkan secangkir minuman favorit sang suami saat pulang kerja, entah kopi, teh, susu, entah rasanya manis, ataupun pahit..
Ia bisa bahagia ketika menyimak bacaan iqro’ anaknya dengan suaranya yang begitu lucu, menggemaskan..
Semua manusia bisa bahagia dengan hal-hal kecil, kawan..

Seorang kenek bus kota bisa bahagia ketika mendengar suara kaca diketuk-ketuk pakai koin tanda penumpang hendak turun..
Seorang penjual sayur bisa bahagia ketika menyiapkan sayur pesanan harian pelanggannya tanpa diminta..
Seorang kuli bangunan bisa bahagia ketika menyusun bata keseratus di hari itu..
Seorang pengajar bisa bahagia ketika memberi tanda benar saat memeriksa lembar jawaban sang murid..
Seorang murid bisa bahagia ketika mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti setelah bekerja keras memahami penjelasan dari sang guru..

Dan aku, kamu, kalian, kita, penuntut ilmu, bisa bahagia ketika membolak-balikkan buku, menyingkirkan debu-debu yang berada di atas kertas, terkadang dengan tangan, terkadang dengan tiupan, huuuuffff..
Kita bisa bahagia ketika mendengar adzan dari speaker masjid yang syahdu dan mendayu-dayu..
Kita bisa bahagia ketika menajamkan ujung pensil untuk mencatat faidah dari sebuah buku, bak mendapat harta karun yang dicari bertahun-tahun..
Kita bisa bahagia ketika merunduk luluh, membasahi tempat sujud dengan air mata, takut akan Dzat Yang Maha Perkasa..
Kita bisa bahagia ketika membasahi kerongkongan dengan seteguk air, setelah mencoba menahan lapar dan haus lebih dari 12 jam..
Kita bisa bahagia ketika menggaruk-garuk kepala, bukan karena ketombe, tapi karena mencoba memahami permasalahan polemik yang diperselisihkan ulama dari masa ke masa..
Kita bisa bahagia ketika mendengar bacaan imam dengan tartil, melafalkan kalam-kalam Ilahi yang penuh pesona, indah tak terkira..
Kita bisa bahagia ketika mendapati lisan kita basah, berdzikir mengingat Allah, tak hanya pagi petang..
Kita bisa bahagia ketika membasuh muka dengan air, tak peduli panas ataupun dingin..
Kita bisa bahagia ketika melangkahkan kaki walau dengan sepasang sendal usang, memenuhi panggilan adzan..
Kita bisa bahagia dan bahkan sangat bahagia, ketika melihat keluarga kita bersama-sama berada di atas ketaatan kepada Dzat Yang Maha Kuasa..


Ternyata, kalian tak harus menunggu uang berjuta-juta di ATM untuk bahagia..
Tak harus menanti titel berbaris bak semut di depan dan belakang nama untuk bahagia..
Tak harus melihat mobil Rolls-Royce terparkir indah di dalam garasi rumah untuk bahagia..
Tak harus melihat anak wisuda dari Universitas ternama untuk bahagia..
Tak harus memiliki rumah seukuran White House di Washington sana untuk bahagia..
Tak harus mengoleksi guci antik seharga sekian juta terpajang di dalam rumah untuk bahagia..
Tak harus mengarungi tujuh samudera, mendaki tujuh gunung, berkeliling dunia, untuk bahagia..
Tak harus menjadi orang lain untuk bahagia..
Kalian bisa bahagia walau dengan hal kecil yang bisa kalian ciptakan detik ini juga..
Hiasi hidupmu dengan hal-hal kecil, yang bisa membuatmu bahagia, tak hanya untuk dunia, tapi juga akhirat, kampung halaman kita..

Sederhana, bukan?
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)

sumber  silakan klik di sini

Tuesday, December 3, 2013

Khasiat Kulit Semangka untuk Kulit Wajah

Kulit Semangka Berkhasiat Untuk Kulit Wajah

Kebanyakan orang memanfaatkan buah semangka hanya untuk memakan dagingnya dan membuang kulitnya begitu saja. Tapi ternyata kulitnya bermanfaat karena memiliki zat antioksidan yang bagus untuk wajah dan tubuh. Apakah kamu termasuk yang suka membuang kulit semangka?

Kadar Likopen pada kulit semangka mampu melindungi Anda dari efek buruk radikal bebas yang merangsang penuaan dini pada kulit Anda. Masker kulit semangka bisa membuat wajah Anda terlihat lebih segar dan meringkas pori-pori. Jika digunakan secara rutin dan teratur, masker daari kulit semangka kabarnya bisa menyamarkan flek hitam yang ada di wajah. Kandungan vitamin pada kulit semangka bisa membantu kulit wajah Anda pulih setelah ditumbuhi jerawat.

Masker kulit semangka dapat dibuat dengan cara menjemurnya sampai kering kemudian digiling. Gilingan ini bisa diaduk dengan air atau campuran lidah buaya dan mentimun. Masker ini dapat digunakan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Oleskan pada wajah dan diamkan selama 15 sampai 20 menit. Setelah itu rasakan perbedaannya. Kulit akan terasa lebih lembut dan kencang.

Tak hanya kulitnya, pasti kalian sudah tau selain rasanya yang enak daging dari semangka ini banyak memiliki manfaat. Semangka merupakan sumber makanan yang kaya akan likopen, vitamin C dan A. Semua nutrisi ini dapat mengurangi paparan radikal bebas yang dapat menyebabkan garis-garis halus, keriput dan bintik-bintik hitam pada kulit. Kandungan antioksidan dalam semangka juga mengurangi deposito radikal bebas dalam tubuh dan mencegah semua tanda-tanda penuaan kulit. Anda dapat menggunakan semangka sebagai masker dan mengonsumsi buahnya untuk mendapatkan hasil terbaik.

Memijat kulit dengan masker semangka setiap hari adalah obat alami untuk menyembuhkan jerawat. Jika Anda rentan terhadap jerawat, gunakan semangka untuk mengatasi masalah kulit Anda. 

Ini adalah beberapa manfaat kecantikan dari buah semangka. Masukkan sepotong kapas ke dalam jus semangka dan oleskan pada wajah setelah membersihkannya terlebih dahulu. Biarkan selama 15 menit dan kemudian bilas dengan air dingin. Jika Anda ingin membuat masker wajah dengan menggunakan buah semangka, jangan lupa tambahkan madu atau yogurt untuk mendapatkan hasil terbaik. Kemudian oleskan merata pada wajah dan leher.


Bagaimana ibu-ibu ? Mau mencoba membuat sendiri masker kulit semangka? Jadi, setelah makan buah semangka jangan langsung dibuang yah kulitnya!

sumber  silakan klik di sini