Berkumpul Keluarga di Surga
Sebagai
hamba-Nya yang telah menikmati keindahan Islam, orang-orang beriman
diberikan hiburan tentang kematian. Walaupun kenikmatan dunia hilang,
sungguh kehidupan abadi telah menanti, dan kita antri menuju kesana.
Insya Allah. Tidak seperti orang kafir yang selalu saja berusaha untuk
menghindari kematian, mencari segala obat anti-penuaan, pil-pil
berkhasiat panjang umur misalnya, naudzubillahi minzaliik, Orang beriman
sangat dipengaruhi oleh pesan Baginda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
yang bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penghapus kenikmatan, yakni
kematian.” (HR. Tirmidzi, No. 2229)
Satu keluarga itu
bernyanyi riang gembira di musim semi tahun lalu, masuk ke mobil mereka,
kemudian tampak anak-anak menikmati beberapa snacks, dan orang tuanya
mengobrol mesra. Tak sampai semenit kemudian saat mereka memasuki jalan
raya, “gedubraak!”, tabrakan maut terjadi, entah kenapa mobil itu
menabrak tiang besar lalu ‘menyenggol’ bus panjang yang sedang melaju
dari arah berlawanan. Pemandangan itu sangat meyeramkan, kami segera
berlalu dari riuhnya situasi jalan raya tersebut, seraya menyebut
nama-Mu, ya Allah…
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un… tak ada
suami yang mendampingi, juga anak dan keluarga lainnya, persis seperti
nasehat ustadzahku dahulu, “Bahwa tak ada tempat kita bergantung setiap
waktu, kecuali Allah SWT. Di kala maut menghampiri, kita harus
menghadapinya sendirian, tiada mama papa, tiada suami, anak-anak,
saudara, siapa pun tak dapat menolong, kita hanya ditemani oleh
belaian-NYA.
Cuma Dia yang dapat memudahkan jalan menuju kesana, begitu pun saat memasuki alam kubur, hanya amalan di dunia yang kita bawa.”
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, ”Dunia adalah penjara bagi
orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” Dan dalam hadits lain
disebutkan, ”Kematian adalah hiburan bagi orang beriman.” (HR. Ibnu Abi
ad Dunya dengan sanad hasan)
Didalam hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dan Nasai dengan sanad yang shahih dari Jabir bin Atik
bahwa nabi saw bersabda,”Mati syahid itu ada tujuh macam—selain perang
di jalan Allah—yaitu syahid karena penyakit tho’un, syahid karena
tenggelam, syahid karena lumpuh, syahid karena sakit perut, syahid
karena terbakar, orang yang mati karena tertimbun reruntuhan maka ia
syahid, perempuan yang mati karena melahirkan maka ia syahid.”
Dalam sebuah hadist dinyatakan : “Seandainya dunia itu di mata Allah
sebanding harganya dengan sayap nyamuk, pasti Dia tidak memberi orang
kafir setetes air pun dari dunia itu”. (HR.at-Tirmidzi).
Orang
beriman kalaupun turut berkompetisi atau berjuang di dunia hanyalah
sebatas mengikuti secara disiplin aturan main yang telah Allah
subhaanahu wa ta’aala gariskan. Mereka tidak mengharuskan apalagi
memaksakan hasil. Sehingga bukanlah menang atau kalah yang menjadi isyu
sentral, melainkan konsistensi (baca: istiqomah) di atas jalan Allah.
Berbeda dengan orang-orang kafir dan para hamba dunia lainnya. Mereka
tidak pernah peduli dengan aturan main Allah subhaanahu wa ta’aala. Yang
penting harus menang. Prinsip hidup mereka adalah It’s now or never
(Kalau tidak sekarang, kapan lagi…?!). Sedangkan prinsip hidup orang
beriman adalah If it’s not now then it will be in the Hereafter
Banyak orang yang sangat ambisius mencapai kesuksesan duniawi, namun
alih-alih berambisi mereka justru tak memikirkan bagaimana caranya
menggapai kesuksesan ukhrawi. Mungkin mereka lupa bahwa kehidupan dunia
hanyalah sekejap semata dan kehidupan yang hakiki adalah di akherat
nanti.
Padahal bila kita ingat, kita akan berada di padang
Mahsyar kelak selama satu hari dalam perhitungan akherat yang lamanya
sama dengan 50.000 tahun perhitungan waktu dunia. Maka lamanya kehidupan
kita di dunia ini menjadi tak ada artinya apa-apa dibanding lamanya
kehidupan akherat bukan?
Maka di kehidupan kita yang sekejap
ini manfaatkanlah sebaik mungkin agar kelak kita mendapatkan hasil yang
memuaskan. Sudah selayaknya bila setiap nafas yang kita hembuskan adalah
nafas ketakwaaan. Setiap jalan yang kita tuju adalah jalan menuju
ketaatan kepada Allah swt.
Bayangkanlah kegembiraan kita kelak
di yaumil hisab, setelah berpayah-payah melalui proses hisab yang
jauh-jauh lebih menegangkan dibandingkan dengan sidang skripsi, ketika
kita berhasil menerima catatan amal kita dari tangan kanan, yang artinya
kita termasuk golongan orang-orang yang selamat dan berhak mendapatkan
surga.
Betapa bahagianya kita, apalagi bila keluarga kita,
orangtua kita (yang sama-sama telah menerima catatan dari tangan kanan)
telah menunggu kita untuk bersama-sama bergabung dalam kebahagiaan.
“Ayah…Ibu… aku menyusulmu….”
Duhai indahnya…
Subhanallah, inilah kemenangan yang agung itu yang semoga kita semua
kelak bisa memperolehnya. Namun ingat bahwa kemenangan agung itu hanya
bisa dicapai dengan sebuah kerja keras yang nyata.
“Wahai
Manusia…sesungguhnya kamu sudah berkerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu
akan menemui-Nya.Maka adapun orang yang catatanya diberikan dari
sebelah kanan, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.
Dan dia akan kembali kepada kelurganya (yang sama-sama beriman) dengan
gembira “ (QS Al-Insyiqaq ayat 6-9.)
No comments:
Post a Comment